Petuah Imajiner Dari The Founding Father Dan Para Pahlawan :
SIAPAKAH KITA DAN UNTUK APA KITA ADA.
Kita adalah kita. yang bersama-Nya menggali moral para leluhur serta seluruh bangsa, yaitu moral yang berasal dari-Nya dan menyatu dengan kehendak-Nya dalam perjalanan sejarah, untuk dirumuskan sebagai Falsafah. Falsafah yang berasal dari-Nya dan milik-Nya.
Kita sudah mati berkalang tanah untuk menebus kemerdekaan bangsa dan meneguhkan Falsafah sebagai warisan bagi anak cucu. Sehingga kelak bila Falsafah mendunia, Hak Kesulungannya tetap disandang anak cucu. Di dalam Falsafah itu ada nyawa kita, hidup dan mati kita. Falsafah adalah wujud kita, karena jasad kita kini tiada.
Sekarang, apakah Falsafah itu ada di dalam anak cucu, sehingga kita dan Dia yang bersama kita pun ada di dalam mereka? Lalu apakah anak cucu ada di dalam Falsafah, sehingga mereka juga ada di dalam-Nya seperti kita di dalam-Nya? Sehingga anak cucu hidup bukan untuk orang-perorang, tetapi bagi Dia, sebagai ibadah kepada-Nya, berarti juga bagi Falsafah, dan bagi kita seperti kita hidup dan mati namun tetap hidup untuk mereka? Bila anak cucu menyatu dengan Falsafah maka Falsafah menjadi jiwa mereka, jiwa mereka menyatu dengan kehendak-Nya atau firman-Nya, itu sebabnya tubuh mereka disebut Kitab Teles (kitab basah), artinya kitab yang hidup, Injil menyebutnya firman yang hidup.
Rahasia ini sangat dalam. Kalau mau menauladani para nabi, galilah itu. Kalau kita di dalam Dia dan Falsafah-Nya ada di dalam kita, mintalah apapun melalui doa dan karya nyata (dengan kata lain : dengan iman, harapan dan cinta), maka Dia akan mewujudkannya untuk kita. Ini adalah teknologi kemanusiaan untuk masuk ke lingkaran sempurna-Nya.
Negeri ini diciptakan untuk kita., berarti diciptakan untuk Falsafah dan Sang Empunya Falsafah. Kita lahir di sini, memerdekakan diri dari penjajah dan membangun Republik Dari Kita Untuk Kita berdasarkan Falsafah. Maka hendaknya republik ini benar-benar menjadi Republik Dari Falsafah Untuk Falsafah, segala aktifitas yang dilakukan di negeri ini harus berasal dari Falsafah dan untuk Falsafah. Begitulah cara sebuah bangsa mnghormati para pahlawannya. Dengan demikian bangsa ini seperti dahan yang menyatu dengan pokoknya, sehingga tumbuh menjadi besar dan makmur. Demikianlah harus terjadi sampai selamanya, supaya kita hidup kekal, dan anak cucu pun hidup kekal karena mereka pun beranak cucu. Demikianlah kita dan anak cucu menikmati upah perjuangan iman, yang dilakoni dangan penuh harapan dan cinta.
Falsafah bisa digali karena Hikmat, Hikmat itu suatu wujud dari Wahyu dan keberadaannya beriringan dengan Wahyu. Hendaklah semua yang bertelinga mendengarkan dalil ini : Bila tak ada wahyu, maka liarlah rakyat. Sebagai contoh, lihatlah sistem permusawaratan / perwakilan yang kini dibangun dengan tanpa Hikmat, yaitu Hikmat yang berawal dari “wedhi-asih” terhadap Tuhan. Di sana tak ada Hikmat dan Wahyu, Falsafahnya pun mati..! Tanpa Hikmat, Wahyu serta Falsafah, bangsa ini menjadi liar dan segala yang diperbuatnya hanya akan menghancurkan dirinya sendiri.
Falsafah pun adalah Gunung Batu, tempat berlindung dari badai. Tanpa Falsafah bangsa ini tak akan selamat, sebab dunia membenci bangsa ini karena membenci Falsafah-Ku. Lihatlah, kapitalisme dan liberalisme kini runtuh, karena terbukti tak mampu mensejahterakan umat manusia. Lalu mengapa kita menjadi bodoh dan mengekor kepadanya? Kita punya Falsafah yang diwariskan kepadamu..! Falsafah pun sumber damai sejahtera, karena Allah Yang Maha Kuasa yang adalah Sumber Falsafah dan Damai Sejahtera itu bersama kita di dalam Falsafah. Kalau Tuhan bersama kita, siapa lawan kita..?
Sekarang, dengan segala atribut, perilaku dan nikmat yang kau sandang, bertanyalah pada diri sendiri :
Siapakah saya? Untuk apa saya ada?
|
Fillipus Prasetyanto |
Title : Sebuah Renungan Penjemput Fajar
Description : Petuah Imajiner Dari The Founding Father Dan Para Pahlawan : SIAPAKAH KITA DAN UNTUK APA KITA ADA. ...