Ilustrasi
Cerita ini berawal ketika aku mulai beranjak dewasa. Waktu itu aku sering ikut ayahku untuk silaturahmi di tempat pakdeku. Disitu aku bertemu seorang wanita, wanita yang aku lihat begitu mendekati sempurna. Namanya N** atau sering di panggil N****G, dia adalah keponakan dari pakdeku dan juga masih saudara dengan keluarga ayahku. Disaat itu, setiap kali aku bertemu dengan dirinya, aku hanya berani curi-curi pandang karena aku masih malu untuk mengajaknya mengobrol.
Lain waktu, aku dan dia dipertemukan di sebuah hajatan saat keponakanku menikah. Kebetulan rumah saudaraku hanya sebelahan dengan rumahnya. Disitu aku di suruh untuk mendampingi pengantin bersama adiknya. Yah, masih seperti waktu-waktu sebelumnya, aku hanya berani untuk memandangnya. Setelah acara resepsi berakhir, aku mencoba meminta nomor handphonenya melalui keponakanku. Selang beberapa hari akhirnya aku dapat juga nomornya. Aku pun mulai SMS dia dan kadang aku telfon untuk menanyakan kabar atau cuma sekedar basa basi.
Dari SMS itulah aku tahu bahwa dia belum mempunyai pacar. Aku pun terus mencoba untuk dekatin dia. Lalu aku mencoba untuk menyatakan cinta kepada dirinya. Tapi sayang, ternyata cintaku bertepuk sebelah tangan. Pada waktu itu dia beralasan dia belum mau punya pacar lagi karena dia masih sakit hati setelah di sakitin sama mantannya. Aku tidak merasa putus asa, aku juga tidak merasa marah meskipun aku patah hati, karena aku menghargai alasannya untuk menolak cintaku. Setelah itu kita juga masih komunikasi meskipun sudah jarang sekali bertemu. Setelah lulus sekolah dia meneruskan pendidikannya di salah satu universitas swasta di Yogya. Aku juga sudah mulai bekerja. Dari situ kita sudah jarang komunikasi, bahkan SMS dari aku sudah jarang sekali di balas. Katanya dia sibuk dengan urusan kuliahnya. Akhirnya aku bisa melupakannya sejenak setelah aku mempunyai seorang pacar. Namanya R***Y Tetapi hubunganku sama R***Y ternyata tidak bertahan lama. Setelah menjalin hubungan selama sebulan dia meninggalkan aku tanpa alasan yang jelas. Dan setelah dua hari dia mutusin aku,
ternyata dia sudah mempunyai pacar lagi.
Bulan berganti bulan dan tahun berganti tahun. Aku terus mencoba untuk berkomunikasi dengan N****G walau kadang SMS-ku tidak di balas. Aku mengerti kalau dia mungkin sibuk dengan tugas-tugas dari kampusnya. Tak bisa di bohongi kalau cinta ini tak bisa aku bagi dengan siapapun. Aku masih sering memikirkannya, bahkan sampai terbawa ke alam mimpi. Mencoba untuk sedikit melupakan N****G, aku jadian dengan seorang wanita yang masih sekolah di salah satu SMA di daerahku. Tetapi hubungan itu hanya bertahan tiga bulan karena sesuatu hal yang membuat kita harus putus.
Setelah itu, hampir setengah tahun aku sendiri, dan terus berharap aku bisa lebih di dekatkan dengan N****G. Di saat aku merasa putus asa, seseorang datang ke kehidupanku. Namanya ***, dan perkenalanku dengan *** berawal ketika aku bersama temanku bertemu dengan dirinya di jalan. Dia melambaikan tangan dan temanku pun membalas dengan lambaian tangannya karena mereka adalah teman satu kelas saat di SMA dulu. Seperti yang biasa aku lakukan, aku langsung meminta nomor handphone *** kepada temanku itu. Malam harinya aku mengajak berkenalan lewat SMS, dia pun akhirnya meneleponku. Sulit dipercaya, aku dan *** terlihat begitu akrab meskipun hanya mengobrol lewat telepon. Dia asik untuk di ajak mengobrol dan suka bercanda.
Tidak ada perkembangan dengan N****G, kita dah jarang sekali SMS-an. Aku pun mencoba untuk mendekati *** walaupun sebenarnya aku masih mengharap cinta dari N****G. Setelah beberapa bulan kenal dengan *** dan beberapa kali bertemu, aku mencoba untuk mengajak dirinya untuk jalan-jalan. *** terlihat begitu menarik, dia nyaman banget untuk diajak mengobrol, curhat, bercanda dan di ajak jalan bareng. Bahkan waktu itu aku dengan sadar rela menjadi selingkuhannya. Memang sih, secara fisik *** masih kalah dengan N****G maupun mantan aku. Tetapi aku merasakan kenyamanan ketika aku bersama dengan dirinya.
Akhirnya aku dan *** jadian setelah beberapa bulan hanya menjadi selingkuhannya. Tapi jujur, aku belum bisa melupakan N****G sepenuhnya. Aku masih saja sms dia bahkan aku mencoba menghubunginya lewat jejaring social. Hubunganku dengan *** juga tidak selalu mulus. Dia sering banget marah-marah cuma gara-gara hal yang sepele. Hubunganku dengan *** selalu putus nyambung karena dia sering mutusin aku dan aku pula yang mengalah agar hubungan ini tetap berlanjut. Mungkin hubunganku dengan *** baru melalui masa-masa jenuh.
Sampai suatu ketika dia mengucapkan satu kalimat yang membuatku putus asa untuk mempertahankan hubunganku dengan ***. Saat itu aku sedang menjadi seorang relawan di barak pengungsian. Aku juga sudah mencoba ngomong sama *** kalau aku sedang menjadi relawan dan pasti jarang bisa lansung balas SMS. Tetapi dia tidak mau mengerti, dia sering memaki maki aku karena aku sering telat membalas SMS dari dia. Dan dia juga menuduh aku berselingkuh atau sudah tidak peduli dengan dirinya lagi. Setelah itu aku mencoba untuk diam, aku sudah tidak peduli dengan dirinya lagi.
Beberapa hari kemudian aku tertimpa musibah. Seluruh kampungku terkena muntahan lahar panas dari gunung merapi. Aku dan seluruh keluargaku pun mengungsi di tempat saudaraku yang berada di kota Klaten. *** yang saat itu tahu aku terkena musibah langsung SMS aku dan menanyakan kabar tentang aku dan keluargaku. Setiap kali *** menanyakan tentang tempat pengungsianku aku hanya diam dan aku juga bilang kalau aku belum bisa bertemu dengan dirinya sampai keadaanku membaik. Aku akui saat itu aku memang kejam. *** dan keluarganya mencariku ke tempat pengungsian padahal aku tidak berada disana. SMS dari nya pun jarang aku balas meskipun dia sudah meminta maaf. Sejujurnya aku sudah memaafkannya dan aku juga meminta maaf, tetapi aku masih belum bisa untuk menemuinya karena pada waktu itu pikiranku kacau, aku tidak mau semakin terbebani oleh masalahku sama ***.
Pada saat seperti itu aku mencoba untuk SMS N****G. Menanyakan kabar dirinya dan keluarganya. Aku bahagia sekali ketika dia balas SMS dariku, bahkan beberapa kali kita ngobrol lewat telepon. Dari situ aku tahu kabar dia dan keluarganya. Meskipun daerah dia selamat dari bencana, dia mengungsi di tempat saudaranya yang ternyata dekat dengan barak pengungsian dimana pakde dan saudara-saudaraku mengungsi. Di tempat itu kita beberapa kali ketemu. Rasa cinta yang ada dalam hatiku mulai berkobar lagi. Dia juga selalu balas SMS dari aku, selalu menyemangati aku dan aku pun sudah merasa dekat dengan dirinya.
Lain waktu setelah semuanya mulai kondusif, aku pindah ke rumah teman ayahku yang kebetulan tidak di huni, N****G juga sudah mulai kembali ke rumahnya. Setiap hari semangat-semangat darinya memenuhi pesan di hapeku. Cinta yang sempat meredup kini kembali bersinar lagi. Pada suatu kesempatan aku memberanikan diri untuk mengajaknya melihat kondisi-kondisi di daerah yang terkena bencana. Betapa bahagia diriku ketika dia mau aku ajak untuk melihat lihat daerah bencana yang saat itu memang sangat ramai dikunjungi para wisatawan.
Hari yang aku nantikan pun tiba. Pagi itu sekitar pukul 09:00 pagi kita janjian di suatu tempat dan setelah sepeda motornya di titipin di tempat salah satu temanku. Kita berboncengan menuju ke tempat tujuan. Setelah hampir dua jam kita jalan-jalan, aku mengajaknya ke bekas rumahku yang hilang terkena material dari Merapi. Terasa seperti mimpi ketika aku bersamanya. Sedikit grogi dan kaku yang aku rasakan ketika dia bersamaku. Dan pertemuan pada hari itu pun berakhir. Hampir setiap hari hape ku di hiasi pesan-pesan singkat dari dirinya. Dan beberapa minggu setelah itu aku dan dia bertemu lagi. Aku mengajaknya jalan-jalan, sampai akhirnya karena waktu itu hujan aku mampir ke rumah temanku. Di situ aku semakin mengagumi dirinya ketika aku melihat dirinya mengajak bermain dan mengajari cara berhitung dengan putra temanku yang saat itu masih berumur tiga tahunan. Dia terlihat begitu dewasa, bahkan temanku sempat memuji dirinya. Setelah hujan berhenti, aku mengajaknya pulang karena waktu juga sudah mulai sore. Sesampainya di rumah masing-masing kami pun masih melanjutkan
obrolan kita melalui SMS.
Beberapa hari setelah itu semuanya pun berubah. Dia bilang kalau dia sudah mulai di sibukan dengan tugas-tugas kuliahnya. Selang waktu kemudian aku merasa putus asa untuk kesekian kalinya setelah aku melihat statusnya sudah berpacaran. Jujur waktu itu aku merasakan patah hati yang sulit banget untuk melupakannya. Terlebih ketika dia sudah tidak mau membalas SMS dariku tanpa sedikitpun alasan yang dia berikan kepadaku. Setelah itu hampir setiap malam aku berdoa, aku berharap kamu seperti saat saat dimana dirinya membuatku bahagia. Namun setelah setahun kejadian itu, kini aku sudah mulai merasa menyerah. Dan mencoba melupakan rasa yang dulu pernah ada dalam hatiku. Aku pasrah jika dia memang bukan jodohku. Sudah lebih dari lima tahun aku mengejarnya kini aku pun mulai fokus untuk masa depanku. Aku ingin mempunyai pekerjaan yang lebih mapan, setelah itu aku akan mulai untuk lebih serius menjalani sebuah hubungan. Dan yang pasti aku sudah tidak ingin berharap lagi jika rasa cintaku hanya bertepuk sebelah tangan.
Kiriman : Rocket Radikal