Mereka Bicara Rezim Fobia Islam
UPAYA PEMERINTAH MENGALIHKAN PERHATIAN
Solusinya, kita sadarkan umat bahwa label radikalisasi dan
terorisme itu Cuma upaya pemerintah untuk mengalihkan perhatian rakyat
khususnya dan umat Islam pada umumnya. Bahwa pemerintah gagal dalam bidang
ekonomi, pemerintah gagal mensejahterakan rakyat, pemerintah lebih senang
melayani majikan asingnya dan asengnya.
Yang kedua, selain kita berikan banyak penyadaran juga
mengajak rakyat untuk kembali kepada Islam yang sebenarnya dan bangga dengan
Islam yang Allah berikan melalui Nabi Muhammad SAW.
Dari rasa bangga itu muncul kecintaan dari rasa cinta kan
timbul membela, membela agamanya. Beritahu kepada umat bahwa Islam itu agama
pembebas, membebaskan manusia dari penindasan, ketidakadilan, kezaliman,
kecurangan, keserakahan dan membebaskan manusia dari penuhanan manusia atas
manusia yang lainnya.
Itu sebabnya Islam punya doktrin amar makruf nahi mungkar
satu paket, selain mengajak pada kebaikan juga mencegah orang melakukan
perbuatan yang zalim dan mungkar, walaupun yang harus dicegah itu penguasa.
Justru Rasulullah SAW mengatakan Jihad yang tertinggi itu mengatakan kebenaran
dihadapan penguasa zalim.
Risiko pasti ada. Tapi jika Allah takdirkan kita memperoleh
risiko, kita hadapi dengan sabar, istiqamah dan tawakal, InsyaAllah Allah akan
bantu. Allahu Akbar. *** Edy Mulyadi (Sekjen GNPF Ulama) ***
IRONIS
Sebetulnya kalau kita lihat, itu adalah salah satu bentuk
kekhawatiran yang berlebihan, dan sebuah langkah yang sangat keliru, terhadap
isu apa yang disebut dengan radikalisme Islam, kalau disebut fobia Islam juga
suatu keanehan, karena memang pemangku kebijakan kan orang-orang Muslim, tetapi
yang jelas justru adalah termakan isu dan opini yang keliru dari pihak-pihak
yang sangat anti terhadap Islam, bisa juga dari pihak asing luar negeri, maupun
pihak dalam negeri yang mereka memandang masih dengan kacamata kebencian dan
permusuhan terhadap gerakan Islam.
Bisa jadi, seperti yang terjadi di beberapa negara,
kebijakan pemerintah itu secara perlahan tetapi pasti itu kemudian
mengerangkeng dan mengebiri ruang gerak kebebasan gerakan dakwah Islam. Ini kan
suatu ironis di negara yang mayoritas Muslimnya terbesar di dunia. *** Jeje
Zaenuddin (Waketum Persatuan Islam [Persis]) ***
HARUS BANYAK MELIHAT FAKTA
Baik buruknya peristiwa di masa lampau adalah bagian dari
fakta sejarah. Sejarah itu tidak melulu soal kebaikan dan kejayaan, tapi juga
keburukan dan keterpurukan. Siapa pun, termasuk Direktur Kurikulum Sarana
Prasarana Kesiswaan dan Kelembagaan (KSKK) Madrasah Kementerian Agama harus
jujur terhadap sejarah. Karena sejarah terjadi bukan untuk ditutup-tutupi,
namun untuk dipelajari dan diambil hikmahnya agar kebaikan dan kejayaan masa
lampau bisa terulang dan terus berlanjut atau keburukan masa lampau tidak
terulang kembali di masa depan.
Alasan yang dikemukakan Kementerian Agama tidak objektif.
Bahwa umat Islam selalu dihubungkan dengan perang atau kekerasan, sama sekali
tidak ada korelasinya dengan materi ajar perang di mata pelajaran Sejarah
Kebudayaan Islam (SKI).
Tidak pernah ada sampai sekarang orang menuduh Islam suka
berperang dan kekerasan akibat mereka baca buku SKI. Menurutnya, tuduhan Islam
disebarkan dengan perang (kekerasan) adalah tuduhan yang sudah lama sekali
sejak masa para orientalis melakukan kerja-kerja ‘intelektual’nya untuk
melemahkan umat Islam.
Jadi semestinya Kementerian Agama tidak termakan oleh stigma
yang dilakukan oleh pihak-pihak yang memang benci terhadap Islam.
Saya jelaskan, perang adalah sesuatu yang umum terjadi dalam
kehidupan manusia. Bahwa, di semua peradaban bangsa dari zaman ke zaman dihiasi
dengan adanya peperangan demi peperangan. Oleh karena itu, yang harus dilakukan
Kemenag bukan menghapus materi ajar soal perang karena itu fakta sejarah.
Tapi tampilkan kisah perang itu dalam bentuk kisah hikmah.
Kisahkan bagaimana adab peperangan dalam Islam, apa motivasi perang dalam
Islam, lalu apa saja hikmah yang bisa diambil, dan lain sebagainya.
Jika tidak demikian, seolah Kemenag beranggapan bahwa perang
dalam sejarah Islam itu buruk dan tidak beradab. Lalu apakah Kemenag juga
beranggapan bahwa Rasulullah SAW, para sahabat, ulama dan umat Islam nusantara
yang berjihad mengusir penjajah kafir, mereka semua berakhlak buruk dan tidak
beradab karena berperang.
*** Fahmi Salim (Wakil Ketua Majelis Intelektual dan Ulama
Muda Indonesia [MIUMI]) ***
TANPA KHILAFAH, JADI BULAN-BULANAN KAFIR
Menurut saya memang pemerintahan ini adalah pemerintahan
yang disadari atau tidak semakin menunjukkan fobianya terhadap Islam itu
sendiri.
Waulahua’alam apakah sikap tersebut ada campur tangan asing
atau tidak, kita tidak bisa melakukan klaim sepihak. Kalau mau tau apakah pemerintahan
ini ada tangan asing atau tidak terkait dengan keantiannya terhadap Islam, saya
tantang apakah Presiden Jokowi berani menyatakan sikap resminya atas
pembantaian dan kezaliman terhadap Muslim Uighur yang dilakukan oleh komunis
Cina?
Untuk menyikapi isu-isu fobia Islam, umat Islam
terus-menerus memperjuangkan syariah Islam di segala lini dan terus menyuarakan
agar Allah SWT segera karuniakan umat ini dengan Khalifah Rasyidah karena tanpa
syariah dan Khilafah maka umat Islam di seluruh dunia itu akan menjadi
bulan-bulanannya bangsa kafir.
*** Maheer ath-Thuwailibi (dai Muda) ***
TIDAK BERHENTI BERDAKWAH
Jelas, ini juga ada campur tangan asing, terutama Barat.
Karena disanalah yang memulai menyebarkan opini bahwa ajaran Islam seperti
Jihad dan Khilafah adalah sesuatu yang salah, ada keinginan mereka untuk
menghentikan dakwah Islam yang semakin hari semakin tidak terbendung.
Melihat perilaku rezim saat ini, umat Islam harusnya sadar,
bahwa yang bisa menghentikan fobia Islam ini justru saat kita berjuang untuk
menegakkan hukum Allah agar hukum-hukumnya bisa terlaksana secara menyeluruh.
Meskipun dihadang pemerintah karena dakwah Islam, kita harus
mengingat dan meneladani Rasulullah SAW yang sangat dicintai Allah, beliau
tidak berhenti berdakwah mesti disakiti, diusir, bahkan terancam dibunuh.
*** Habib Kholilullah Abu Bakar Al-Habsy (Pimpinan Majelis
Dzikir Ratibul Haddad Jakarta) ***
PERSIS GERAKAN PKI
Pengawasan Polisi terhadap masjid dapat dianggap sebagai
salah satu bentuk fobia Islam. Satu perbuatan yang persis gerakan PKI dahulu
yang sengaja diarahkan untuk membuat image bahwa umat Islam bahkan masjidnya
adalah sarang radikalisme bahkan sarang teroris. Umat Islam jadi seperti
terdakwa di negara yang mayoritas Islam ini. Sementara gereja, kuil, dll tidak
diawasi polisi.
Ini kami pandang sebagai sebuah perbuatan yang keji sekali
terhadap masjid dan kaum Muslimin. Saya minta hentikan. Saya khawatir kelak
umat Islam akan melakukan perlawanan karena benci dengan keadaan ini. Ini
sangat berbahaya bagi kesejukan dan keamanan di NKRI. Umat Islam nanti bisa
saja menganggap bahwa rezim ini kena penyakit fobia Islam dan dipengaruhi paham
anti Islam. Bahaya sekali jika sampai begitu.
*** Tengku Zulkarnain (Wasekjen MUI Pusat) ***
KETERBELAKANGAN INTELEKTUAL DAN FOBIA ISLAM
Sangat memprihatinkan dan menyayangkan wacana itu muncul
karena sesungguhnya tidak ada yang membahayakan buat NKRI tentang khilafah,
karena khilafah itu bagian dari ajaran Islam yang merupakan keyakinan mayoritas
umat Islam, hanya berbeda pendapat tentang cara atau strategi menunggu
datangnya Khilafah Islamiyyah.
Ada dua kemungkinan mengapa pemerintah berencana menghapus
materi khilafah dalam kurikulum sekolah. Pertama, keterbelakangan intelektual
alias pemahaman Islam beserta sejarahnya kurang dimengerti alias kurang baca.
Kedua, keterbelakangan mental alias fobia Islam, yakni tidak suka ajaran Islam.
Tapi kita masih husnudzan mudah-mudahan sikap itu diambil karena kurang baca
khazanah ajaran Islam saja.
*** Slamet Maarif (Ketua Umum PA 212) ***
Source:
Media Umat, Edisi 256, 23 Rabiul Akhir – 2 Jumadil Awal 1441
H/ 20 Desember 2019 – 2 Januari 2020, hal 10